A. Pengertian Bahan Tambahan Makanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.722/Menkes/PER/IX/88, bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan merupakan
ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik), pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I No.329/menkes/PER/XII/76, yang
dimaksuddengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan atau
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu.Sementara itu,
bahan tambahan pangan juga dapat diartikan sebagai suatu unsur atau campuran
beberapa unsur selain bahan dasar makanan sebagai hasil dari suatu aspek
produksi, pengolahan, penyimpanan, atau pembungkusan.
Secara garis besarnya penggunaan bahan tambahan makanan yang
dibenarkan/diperbolehkan untuk tujuan sebagai berikut :
- Mempertahankan nilai gizi makanan.
- Untuk konsumsi segolongan orang tertentu yang memerlukan diet.
- Untuk mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat-sifat organoleptiknya sehingga tidak menyimpang dari sifat alaminya.
- Untuk keperluan pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pengemasan, pemindahan atau pengangkutan (prasasto, 2008).
B. Zat Pemanis
a) Pengertian Zat Pemanis
Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau
dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan
kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula. pemanis merupakan
senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk
olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan (teddysahbudin,
2011).
b) Pemanis Buatan
Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan
rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti dalam
Silalahi, 2010). Sekalipun penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga
bahan kimia lain sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya,
meskipun pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar kecil, tetap saja
dalam batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia
maupun hewan yang mengkonsumsinya. Pembatasan tersebut kita kenal dengan ADI (Acceptable
Daily Intake) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah
maksimal pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari
selama hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan (Yuliarti dalam
Silalahi, 2010).
Sakarin pertama kali ditemukan oleh Ira Remsen dan Constantin Fahlberg pada
tahun 1879 (ulanira, 2009). Sakarin dengan rumus C7H5NO3S dan berat molekul
183,18 disintesis dari toluen biasanya tersedia sebagai garam natrium. Nama
lain dari sakarin adalah 2,3 dihidro-3-oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau
o-sulfobenzimida. Sedangkan nama dagangnya adalah glucide, garantose,
saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin, sykose, hermesetas (Cahyadi dalam
Silalahi, 2010).
Sakarin merupakan salah satu zat pemanis buatan yang sering digunakan oleh
produsen makanan dan minuman pada produk industri mereka Sakarin jauh lebih manis
dibanding sukrosa, dengan perbandingan rasa manis kira-kira 400 kali lipat
sukrosa. Namun sayangnya dalam konsentrasi sedang sampai tinggi bersifat
meninggalkan aftertaste pahit yang disebabkan oleh kemurnian yang rendah
dari proses sintesis. Untuk menghilangkan rasa ini sakarin dapat dicampurkan
dengan siklamat dalam perbandingan 1:10 untuk siklamat (artikelbiboer, 2009).
Sakarin tidak dapat dimetabolisme dalam tubuh manusia, sehingga tidak dapat
menghasilkan energi atau kalori.
Sifat fisik sakarin yang cukup dikenal adalah tidak stabil pada pemanasan.
Sakarin yang digunakan dalam industry makanan adalah sakarin sebagai garam
natrium. Hal ini disebabkan karena sakarin dalam bentuk aslinya yaitu asam,
bersifat tidak larut dalam air. Sakarin juga tidak mengalami proses penguraian
gula dan pati yang menghasilkan asam, sehingga sakarin tidak menyebabkan erosi
enamel gigi.
Sakarin merupakan pemanis alternatif untuk penderita diabetes melitus,
karena sakarin tidak diserap lewat system pencernaan. Meskipun demikian,
sakarin dapat mendorong sekresi insulin karena rasa manisnya, sehingga gula
darah akan turun.
C. Pembuatan Sakarin
Proses pembuatan sakarin yang paling terkenal saat ini adalah metode yang
sama yang digunakan Remsen dan Fahlberg pada tahun 1879. Toluene dan asam
klorosulfonic bereaksi pada suhu 0 – 50C membentuk campuran o- dan
p-toluenesulfonamide. Campuran tersebut dipisahkan, dan o-toluenesulfonamide
dioksidasi menjadi o-carboxybenzenesulfonamide ( asam o-sulfamoylbenzoic ).
Senyawa ini dibebaskan dari air menjadi sakarin. P-toluenesulfonamide juga
penting dalam pembuatan sakarin dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan
Chloramine-T (Ulanira, 2009).
D. Efek Sakarin Terhadap Kesehatan
1. Efek Akut
Toksisitas sakarin yang ringan pada tubuh dapat menyebaabkan iritasi kulit
(alergi) dan gangguan tenggorokan berupa batuk dan radang tenggorokan.
2. Efek Kronis
Toksisitas sakarin pada tingkat yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan
nafsu makan, menyebabkan mual, muntah, dan kanker kandung kemih pada hewan uji,
sehingga digolongkan kedalam senyawa grup 3, yaitu senyawa yang tidak dapat
diklasifikasi sebagai karsinogen pada manusia.
Bahaya penggunaan sakarin yang berlebihan :
Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia antara lain : migrain dan sakit kepala , kehilangan daya ingat , bingung ,insomnia , iritasi , asma , hipertensi , diare , sakit perut , alergi , impotensi dan gangguan seksual , kebotakan , kanker otak , kanker
kantung kemih.
E. Metode Analisis
Metode analisis percobaan berdasarkan pada ekstraksi cair-cair dan
dilanjutkan dengan titrasi asam basa dimana akan terbentuk pewarnaan biru.
Prinsip Kerja Alat : corong pisah, yaitu berdasarkan perbedaan fase antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur.
a. Alat :
· Pipet ukur 1 mL, 5 mL,
dan 10 Ml
· Cawan penguap
· Buret
· Corong pisah
· Kertas saring
· Penangas
· Gelas kimia
b.
Bahan :
·
Larutan NaOH 5%
·
HCl 13%
·
Ferri khlorida 1%
·
Larutan campuran khloroform: etanol ( 9:1 )
·
HCl 3N
·
Larutan NaOH 0,1 N
·
Indikator Brom Tymol Biru
·
Sampel
Ø Fungsi Penambahan Reagen
· Ferri khlorida 1%,
berfungsi sebagai indikator untuk membentuk pewarnaan ungu.
· NaOH 5% berfungsi untuk
melarutkan sakarin pada sampel.
· HCl 13%, berfungsi untuk
menetralkan larutan yang bersifat basa oleh penambahan NaOH.
· Kloroform, berfungsi
untuk mengikat zat-zat lain selain natrium sakarin pada saat ekstraksi.
· Etanol, berfungsi untuk
melarutkan sakarin pada proses ekstraksi.
· Brom thymol blue,
berfungsi sebagai indicator pada saat titrasi.
· NaOH 0,1N, berfungsi
sebagai zat pentiter.
c. Prosedur
a) Uji Kualitatif
Untuk mengetahui apakah objek penelitian mengandung sakarin atau tidak
dapat dilakukan melalui pemeriksaan kualitatif sebagai berikut :
1. Timbang 15 gr sampel, larutkan dalam 5 mL
NaOH 5%.
2. Residu dipanaskan, angkat lalu di
dinginkan.
3. Setelah residu dingin, larutkan dalam 10
mL HCl 13%.
4. Kemudian tambahkan setetes larutan FeCl3
1%
Apabila larutan berwarna ungu menunjukkan adanya asam salisilat yaitu
terbentuk dari sakarin
b) Uji Kuantitatif
Untuk mengetahui bagaimana kadar sakarin yang terdapat dalam permen karet
dapat dilakukan melalui pemeriksaan kuantitatif dengan titrasi asam basa
berikut :
Prinsip :
Na-sakarin terlebih dahulu dilarutkan dengan air kemudian dengan penambahan
HCl. Kemudian sakarin dapat diekstraksi dengan chloroform : etanol ( 9:1 )
kemudian hasil ekstraksi dititrasi dengan larutan NaOH dimana dengan penambahan
indicator Brom Thymol Blue titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya
warna biru.
1.
Timbang 15 gr sampel yang sudah dihomogenkan, masukkan ke dalam corong pisah
dengan bantuan 50 mL akuades. Tambahkan 5 mL HCl 3N. Ekstraksi endapan sakarin
dengan larutan kloroform : etanol (9:1 ) kocok sampai 15 menit. Pisahkan ke
dalam Erlenmeyer ( lapisan kloroform berada dibagian bawah ).
2.
Kedalam corong pisah tambahkan 15 mL kloroform : etanol, kocok lagi dan
pisahkkan larutan kloroform, ulangi sekali lagi dengan menambahkan 10 mL
kloroform : etanol.
3.
Hasil penyaringan kloroform : etanol masukkan lagi ke dalam corong pisah
yang lain, tambahkan 50 mL akuades kemudian aduk. Pisahkan lapisan kloroform ke
dalam Erlenmeyer lalu keringkan di atas pemanas air.
4.
Setelah kering tambahkan 50 mL akuades dan 5 tetes indicator Brom Thymol
Blue.
5.
Titrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi biru.
Ø Perhitungan
Kadar sakarin (%) : V x N x 18,32 x 100%
Ket : V = volume pentiter (mL)
N = Normalitas NaOH
B = Berat Sampel
Anonym, (2011),
Anonym, (2010),
Anonym (2011), http://pages.towson.edu/larkin/210DOCS/exp7.pdf